MENGGALI POTENSI COAL BED METHANE (CBM) SEBAGAI SUMBER ENERGI MASA DEPAN
http://zulfikariseorengineer.blogspot.com/2011/11/menggali-potensi-coal-bed-methane-cbm.html
Coal
Bed Methane atau dikenal dengan istilah CBM merupakan salah satu sumber
energi alternatif yang relatif masih baru di Indonesia, yang saat ini
sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Sumber energi ini dapat
diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang diambil dari lapisan
batubara ini dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai kebutuhan
manusia. Walaupun asal usulnya dari energi fosil yang tidak terbarukan,
tetapi gas ini masih terus akan terproduksi bila lapisan batubara
tersebut masih ada. Dalam artikel yang sederhana ini saya mencoba
memberikan sedikit sharing informasi untuk kita semua mengenai CBM.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan kita
semua mengenai CBM dan potensinya sebagai salah satu sumber energi masa
depan kita.
PENGERTIAN CBM
CBM adalah gas metana (gas alam) yang dihasilkan selama proses pembatubaraan dan terperangkap dalam batubara. CBM dikenal juga sebagai ‘sweet gas’, karena sedikitnya kandungan sulfur (dalam bentuk hidrogen sulfida). Gas metana ini terperangkap dalam batubara itu sendiri dan juga air yang ada didalam ruang pori-porinya. Porositas matriks umumnya mengacu pada ukuran cleat (retakan
sepanjang batubara), dan bukan porositas batubara tersebut. Porositas
ini umumnya sangat rendah jika dibandingkan cekungan tradisional (kurang
dari 3%). Sumur-sumur CBM pada fase awal akan memproduksi air untuk
beberapa bulan dan kemudian sejalan dengan penurunan produksi air,
produksi gas metana akan meningkat karena suatu proses dewatering dapat menurunkan tekanan pada batubara dan akan melepas gas metana tersebut.
Indonesia
merupakan salah satu Negara yang berpotensi untuk pengembangan CBM.
Perkiraan cadangan CBM Indonesia sekitar 453.3 TCF tersebar di 11
cekungan (Advanced Resources International.inc). Saat ini ada beberapa
perusahaan yang sedang melakukan studi secara komprehensip untuk
menghitung dan menganalisa potensi CBM di Sumatera Utara, Sumatera
Tengah, Ombilin, Barito, Tarakan Utara, Kutai, dan Berau.
Gas metana terbentuk di dalam batubara melalui dua proses yaitu thermogenic gas dan biogenic gas sekunder. Dalam hal ini CBM yang paling dicari untuk eksplorasi adalah yang terbentuk secara thermogenic.
Thermogenic gas terbentuk secara alami melalui proses pembatubaraan (coalification process) yang merubah humic organic material menjadi batubara. Gas tersebut termasuk metana, CO2, dan bisa juga etana dan propane. Sedangkan biogenic gas sekunder terbentuk pada masa geologi saat ini melalui mikroorganisme anaerobic yang terbawa dalam system air bawah tanah yang aktif setelah proses pembatubaraan selesai. Baik thermogenic maupun biogenic metana secara fisik diadsorpsi sebagai lapisan monomolecular
pada lapisan permukaan dari pori-pori di dalam matrix batubara. Metana
tertahan di dalam oleh tekanan hidrostatik air dalam batubara. Rekahan
alami di dalam batubara selain berisi air juga memiliki permeabilitas
atau kemampuan untuk mengalirnya fluida. Dalam sumur CBM, air biasanya
terproduksi di awal yang menghasilkan penurunan tekanan reservoir.
Proses ini dinamakan dewatering phase
dalam suatu sumur CBM. Sejalan dengan penurunan tekanan, gas metana
secara difusi keluar dari matrix batubara melalui rekahan batubara yang
saling terhubung. Batubara ini merupakan reservoir yang sangat unik
karena terdapat source rock, reservoir dan juga trap didalamnya.
CBM
merupakan sumber bahan bakar yang bersih dan lebih ramah terhadap
lingkungan daripada minyak bumi, batubara, dan bahkan bahan gas
konvensional lainnya. CBM mempunyai potensi yang tinggi secara ekonomi.
Akan tetapi CBM di bawah kedalaman 5000 ft kurang mempunyai potensi
ekonomi. Proyek CBM harus mempertimbangkan seperti ketebalan lapisan
batubara, kandungan gas, permeabilitas, hydrodynamic, kualitsa gas, kualitas air dan opsi pembuangan air, kedalaman dan teknik penyelesaian (completion).
Dengan perancangan yang baik dan evaluasi proyek dengan memprtimbangkan
hal-hal tersebut, maka tingkat keberhasilan proyek CBM akan sangat
tinggi dan menguntungkan.
Beberapa karakteristik batubara yang cocok untuk CBM adalah sebagai berikut:
ü Kandungan gas yang tinggi: 15 m3 – 30 m3 per ton
ü Permeabilitas yang bagus: 30 mD – 50 mD
ü Dangkal: Coal seams
< 1.000 m (3.300 ft). Tekanan pada kedalaman yang lebih dalam, pada
umumnya terlalu tinggi untuk mengalirkan gas bahkan ketika coal seamsnya
sudah selesai dewatering. Hal ini terjadi karena tekanan tinggi menyebabkan berkurangnya permeabilitas batubara
ü Jenis batubara: Umumnya proyek CBM memproduksi gas dari Bituminous coals, akan tetapi bisa juga gas yang dihasilkan dari Anthractie.
TEKNOLOGI DAN BAGAIMANA CARA UNTUK MEMPRODUKSI CBM
Teknologi
CBM telah mengalami banyak perkembangan dalam 2 dekade terakhir, akan
tetapi apapun yang telah didapatkan dan dipelajari pada masa eksplorasi,
karakteristik dan management reservoir dalam konteks sumber cadangan
tetap harus menjadi pertimbangan utama. Lapangan CBM memiliki karakter
yang berbeda-beda dan begitu pula pengelolaannya. Teknik pemboran
konvensional untuk gas alam umumnya bisa diaplikasikan untuk hampir
semua CBM. Sebelum pada tahap komersial, CBM dapat diproduksikan dimana
pengetesan sumur dapat dilakukan pada 4 atau 5 sumur pertama. Pemboran
CBM umumnya hampir sama dengan pemboran untuk minyak dan gas. Bahkan
dalam beberapa daerah , peralatan pemboran yang dipakai hampir sama
dengan pemboran untuk sumur air. Selain itu, dibeberapa tempat pemboran
berarah (directional drilling) dan pemboran horizontal diterapkan untuk mengoktimalkan produksi dan juga tergantung daerah atau lapangan CBM-nya.
Pemboran
horizontal sekarang ini sedang dirintis untuk pemboran CBM. Pemboran
horizontal ini dilakukan dengan cara mengebor beberapa ratus kaki secara
vertical kemudian dibelokkan secara horizontal sampai kurang lebih 4000
ft.
Hydraulic fracturing atau lebih dikenal sebagai Fracturing adalah suatu teknik untuk meningkatkan luas area permukaan dari batubara. Sistem fluida dan additive
yang bisa digunakan pada sumur-sumur konvensional tidak cocok digunakan
untuk sumur-sumur CBM. Hal ini dikarenakan lapisan batubara mempunyai
katakteritik yang unik dan oleh karenanya dibutuhkan material yang
spesial. Secara umum banyak cara untuk mengembangkan CBM. Teknologi
produksi termasuk pengeboran konvensional, pemboran sebelum penambangan
dan pemboran horizontal seperti yang dijelaskan sebelumnya. Beberapa
keberhasilan dalam mengembangkan CBM telah dicapai ketika suatu pemboran
dikoordinasikan dengan pertambangan batubara. Di mana sumur-sumur dibor
sampai lapisan batubara (coal bed)
atau sedikit di atasnya dimana mungkin gas akan terproduksi pada saat
pemboran berlangsung. Batubara kemudian ditambang dan kemungkianan
lapisan atasnya akan runtuh yang membuat lubang besar dinamakan “gob” yang mungkin akan berhubungan dengan lapisan batubara di atas lapisan utamanya. Gas yang terakumulasi di gob kemudian dipompa melalui sumur-sumur yang ada.
POTENSI CBM DI INDONESIA
oleh : Zulfikar (CBM Business Development Team Samudra Energy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar